PROPOSAL TESIS
PENGARUH SUPERVISI
DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA GURU DI SMP NEGERI KECAMATAN
BEKASI TIMUR KOTA BEKASI
OLEH; ZAINIR,S.Pd.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah.
Kemerdekaan yang sudah diraih dengan pengorbanan jiwa dan
raga oleh para pejuang bangsa, tidak akan berarti jika kemerdekaan itu tidak
diisi dengan pembangunan, bangsa Indonesia ingin merdeka karena bangsa ini
sudah tidak tahan hidup menderita di bawah penjajahan, dari kemerdekaan itu
bangsa Indonesia mencita-citakan masyarakat yang adil dan makmur, semua itu
tentu tidak akan terwujud jika kita tidak memiliki sumber daya manusia ( SDM )
yang memadai dan sumber daya manusia (SDM) hanya dapat dicapai melalui
pendidikan. Tampa pendidikan suatu bangsa akan terbelakang, tanpa pendidikan
bangsa kita tidak akan mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK),
IPTEK sarana pokok untuk mendukung pembangunan semesta yang meliputi bidang
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, kesehatan maupun bidang
lainya.
Pembangunan bidang pendidikan juga memerlukan SDM yang
memadai, sekolah sebagai satu institusi yang membangun pendidikan, membutuhkan
SDM yang memadai agar tujuan pendidikan dapat diwujutkan.
Di sekolah guru merupakan SDM utama di samping tenaga
kependidikan lainya yang menentukan maju mundurnya kualitas pendidikan,
sehingga efektivitas kerja guru perlu mendapat perhatian. Urgensi ini tidak
mungkin ditawar karena kunci peningkatan kualitas sekolah adalah kualitas
gurunya.[1] Penyelenggaraan dan
keberhasilan proses pendidikan pada semua jenjang dan satuan pendidikan
ditentukan oleh faktor guru, sehingga kualitas guru yang rendah akan berdampak
pada rendahnya mutu pendidikan.[2]
Efektifitivitas kerja erat kaitanya dengan lingkungan
kerja, lingkungan kerja yang kondusif seperti struktur organisasi yang rapi,
hubungan kerja antar anggota yang teratur, lingkungan kerja yang nyaman dan
terpenuhinya kebutuhan fisik dan material akan meningkatkan efektivitas kerja,
baik organisasi yang rapi, hubungan kerja antar anggota yang teratur,
lingkungan kerja yang nyaman dan terpenuhinya kebutuhan fisik dan material
merupakan faktor-faktor iklim organisasi, selain faktor itu efektivitas kerja
guru dipengaruhi oleh faktor supervisi, seperti jadwal supervisi yang teratur
dan materi supervisi, seperti supervisi mngenai pembuatan program tahunan dan
program semester, kriteria ketetapan minimal ( KKM) rencana pembelajaran, penulisan soal,
pembuatan analisis, program remedial dan peningkatan kinerja guru.
Mutu Pendidikan menurut Yusufhadi Miarso mengandung lima
rujukan, yaitu kesesuaian, daya tarik, efektivitas, efisiensi dan produtifitas.[3] Efektivitas pendidikan
seringkali diukur dengan tercapainya tujuan, atau ketepatan dalam dalam
mengelola suatu situasi yang dilakukan secara teratur atau berurutan melalui
tahap perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan.
Banyak upaya yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah sebagai pimpinan untuk
meningkatkan efektivitas kerja seorang guru diantaranya meningkatkan intensitas
supervisi, menciptakan iklim organisasi yang baik dan sebagainya.
Pemerintah sudah banyak berusaha agar mutu pendidikan
meningkat seperti pencantuman anggaran pendidikan 20 % dalam APBN dan perbaikan
kurikulum seperti Kurikulum Bebasis Kompetensi dan pelaksanaan ujian nasional
semua dimaksudkan untuk meningkatkan
mutu namun usaha itu belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Kenyataan yang ada di lingkungan pendidikan hasil belajar
siswa masih rendah, Posisi Indonesia menduduki peringkat 10
dari 14 negara berkembang di kawasan Asia Pasifik. Peringkat ini dilansir dari
laporan monitoring global
yang dikeluarkan lembaga PBB, Unesco. Penelitian terhadap kualitas pendidikan
dasar ini dilakukan oleh Asian South Pacific Beurau of Adult Education (ASPBAE)
dan Global Campaign for Education. Studi dilakukan di 14 negara pada bulan
Maret sampai Juni 2005. Laporan ini
dipublikasikan pada 24 Juni 2005.
Rangking pertama diduduki Thailand, kemudian disusul Malaysia, Sri Langka,
Filipina, Cina, Vietnam, Bangladesh, Kamboja, India, Indonesia, Nepal, Papua
Nugini, Kep. Solomon, dan Pakistan. Indonesia mendapat nilai 42 dari 100 dan
memiliki rata-rata E. Untuk aspek penyediaan pendidikan dasar lengkap,
Indonesia mendapat nilai C dan menduduki peringkat ke 7. Pada aspek aksi negara,
Republik Indonesia
memperoleh huruf mutu F pada peringkat ke 11. Sedangkan aspek kualitas input / pengajar, Republik Indonesia
diberi nilai E dan menduduki peringkat paling buncit alias ke 14. Indonesia
hanya bagus pada aspek kesetaraan jender B dan kesetaraan keseluruhan yang
mendapat nilai B serta mendapat peringkat 6 dan 4. “Sangat ironis karena
Thailand yang mengalami krisis bisa menempatkan diri menjadi rangking satu,”
ujar aktivis LSM Education
Network for Justice (E-Net), M Firdaus, saat menjadi pembicara
dalam seminar pendidikan mengenai laporan ini di Gedung YTKI, Jl Gatot
Soebroto, Jakarta Selatan, Rabu (29/6/2005).
Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri dan swasta
di Kota Bekasi tahun ajaran 2004/2006 dinyatakan
tidak lulus pada ujian nasional (UN) sebanyak 1.571 orang.[4]
Seluruh siswa yang tidak lulus diberi kesempatan mengikuti ujian paket C agar
memperoleh ijazah SMP.
Oleh karena itu guru perlu mendapat perhatian serius dari
kepala sekolah, agar guru dapat mengemban tugasnya dengan efektif sehingga
dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi output pendidikan yang berkualitas.
Dalam kerangka itu maka kepentingan, kebutuhan dan harapan guru perlu
diakomodir. Guru sebagai pelaksana pembelajaran di kelas waktu dan tenaganya
sudah tersita untuk melaksanakan tugas-tugas di kelas karena itu guru sering
tertinggal dengan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu pendidikan yang
selalu berkembang baik materi, methoda, media ataupun teknik teknik evaluasi,
untuk itu guru perlu mendapat bantuan dari berbagai pihak khususnya yang
terkait langsung dengan supervisi pendidikan, menurut Kimball Wiles, supevisi
adalah bantuan yang diberlakan untuk memperbaiki situasi belajar mengajar yang
lebih baik.[5]
Definisi tadi memberi makna supervisi adalah pemberian bantuan oleh kepala
sekolah kepada guru untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar.
Supervisi merupakan kegiatan administrasi yang dirancang
secara khusus untuk membantu bawahan dalam menjalankan tugasnya agar dapat
menggunakan pengetahuan dan kemampuanya untuk memberikan layanan yang lebih
baik. Hal ini dapat dikatakan bahwa supervisi yang dilakukan merupakan suatu
hal yang dibutuhkan dalam upaya perbaikan peningkatan efektifitas kerja.
Kepala sekolah mempunyai tanggung jawab dalam kelancaran
proses pendidikan dan kegiatan administrasi sekolah, kepala sekolah juga
bertanggung jawab mengawasi, membina dan memotivasi kerja guru dan pegawai
lainya sebagai wujud peranya sebagai supervisor. Oleh karena itu kepala sekolah
berkewajiban melakukan pembinaan yang berkesinambungan dengan program yang
terarah dan sistematis bagi para guru dan tenaga kependidikan yang ada
disekolah. Program pembinaan tenaga pendidik dan tenaga kepandidikan dikenal dengan supervisi pendidikan yang
merupakan rangkaian dalam administrasi pendidikan.
Di SMP Negeri Kota Bekasi
upaya upaya meningkatkan kulitas guru melalui kegiatan supervisi
dilakukan secara berkala dengan kegiatan-kegiatan seperti workshop dan
pelatihan pelatihan lainya diadakan secara berkala setiap tahun yang diikuti oleh
seluruh guru-guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 5
Kota Bekasi, di awal tahun pelajaran tahun ajaran 2009/2010 telah
diadakan Workshop Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan melalui
Penelitian Tindakan Kelas(PTK) dan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) dan
Pemberdayaan Web Sekolah dalam Proses Belajar Mengajar, dalam workshop ini Ibu
Neni dari LPMP Propinsi Jawa Barat[6] dan selain itu guru masih ditugaskan mengikuti kegiatan
seperti musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) dan kegiatan lainya.
Kegiatan supervisi kepala sekolah merupakan kegiatan
pembinaan dan pemberi bantuan yang berkesinambungan dengan tujuan membantu guru
dalam mengatasi masalah-masalah pendidikan sehingga dengan demikian guru akan
merasa percaya diri kembali apalagi didukung dengan iklim organisasi yang baik
sehingga mendorong guru untuk meningkatkan efektivitas kerja dalam meningkatkan
mutu pendidikan.
Selain faktor kualitas supervisi penulis juga ingin
melihat iklim organisasi agar guru dapat bekerja dengan baik diperlukan iklim
organisasi yang baik, iklim organisasi adalah kualitas lingkungan total dalam
sebuah organisasi. Iklim dapat dinyatakan dengan sifat seperti terbuka,
tertutup, ramai, hangat, santai, informal, kaku, kekeluargaan dan sebagainya.
Kepala sekolah juga mencoba membina suasana kekeluargaan
dengan melakukan berbagai kegiatan seperti gotong royong, senam bersama yang
dibuat dalam program yang dilaksanakan secara rutin, mengembangkan sikap
trasparan dan saling berkomunikasi, mengadakan kegiatan halal bil halal sesudah
lebaran idul fitri yang lazimnya dilakukan di rumah kepala sekolah yang
diistilahkan dengan open house, bahkan kegiatan workshop yang dipadukan dengan
piknik bersama guru guru, seperti yang dilakukan oleh kepala sekolah dan
guru-guru SMP negeri 1 Kota Bekasi studi banding ke Bali tanggal 26 Juli 2007.[7]
Bertolak dari data dan fakta yang diuraian di atas,
penulis termotivasi untuk mengangkat masalah pengaruh supervisi dan iklim
organisasi dengan efektifitas kerja guru SMP negeri Kota Bekasi.
B.
Identifikasi Masalah.
Efektivitas kerja guru dalam melaksanakan tugas mengajar
sehari-hari di sekolah dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor yang
bersipat internal ataupun eksternal, faktor internal seperti pengetahuan guru
terhadap tugasnya, peningkatan pengetahuan guru dengan tugasnya dapat dilakukan
dengan supevisi, faktor peningkatan sumber daya manusia (SDM) guru, etos kerja
guru dan peningkatan kinerja, faktor eksternal seperti struktur organisasi yang
rapi, hubungan kerja antar anggota yang teratur, lingkungan kerja yang nyaman
suasana kerja nyaman saling bersahabat, selalu bekerja sesuai dengan fungsi dan
tugas masing-masing saling bersinergi antar petugas yang satu dengan yang lain
dan terpenuhinya kebutuhan fisik beruapa sarana dan prasarana yang menunjang
terlaksananya tugas guru.
C.
Pembatasan Masalah.
Identifikasi masalah yang dikemukakan di atas menunjukkan
bahwa efektivitas kerja guru dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal
maupun eksternal. Mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya serta
kemampuan penulis untuk meneliti semua faktor-faktor tersebut maka penelitian ini
dibatasi pada faktor supervisi sebagai variabel bebas (X1) dan iklim
organisai sebagai variabel bebas (X2) yang diduga berpengaruh
terhadap efektivitas kerja guru sebagai variabel terikat (Y).
D.
Perumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah
dan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas maka permasalahan yang akan
penulis bahas dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh supervisi terhadap efektivitas kerja ?
2. Apakah ada pengaruh iklim organisasi terhadap efektivitas
kerja ?
3. Apakah ada pengaruh supervisi terhadap iklim organisasi ?.
E.
Kegunaan Hasil Penelitian.
Penelitian ini diharapkan dapat menggali unsur-unsur yang
berpengaruh kepada efektivitas kerja guru. Jika ternyata dari penelitian ini
dapat membuktikan secara empirik bahwa terdapat pengaruh antara supervisi dan iklim
organisasi terhadap efektivitas kerja guru maka :
1. Secara teoritis, dapat memperkuat khasanah keilmuan dalam
bidang manajemen pendidikan.
2. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan
masukkan langsung kepada kepala sekolah dan pengawas pendidikan sebagai bahan
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, serta sebagai bahan evaluasi, agar
dapat melaksanakan tugasnya lebih baik dimasa depan.
3. Secara praktis dapat diterapkan kedalam proses kegiatan
yang memiliki daya guna praktis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
4. Sebagai bahan kajian dan informasi bagi peneliti yang
ingin melakukan penelitian dibidang manajemen pendidikan.
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A.
Deskripsi
Konseptual.
1. Efektivitas Kerja.
Kata
efektivitas kerja dalam kosa kata bahasa Inggris terdiri dari dua kata
effect dan work, effect artinya
kesan atau akibat, work artinya kerja, dalam kamus bahasa Indonesia kata effect diadopsi menjadi kata efektif
artinya ada efek, ada pengaruh, ada akibat, ada kesan, pengertian lainya yaitu
dapat membawa hasil, mampu memberi kesan atau mampu memberi akibat, kata
efektivitas muncul dalam berbagai dimensi kehidupan seperti bagi para sarjana
dan kelompok pengamat sosial efektivitas ditinjau dari sudut kualitas kehidupan
pekerja, manajemen yang efektif berarti manajemen yang memberikan kesejahteraan
kepada pekerja, sementara bagi ilmuwan menjabarkan efektifitas dengan jumlah
produk yang dipatenkan dalam kurun waktu tertentu pada suatu produk atau jumlah produk yang ditemukan oleh para
peneliti pada satu jenis produk dalam kurun waktu tertentu, jika dalam kurun
waktu tertentu banyak produk baru yang dihasilkan atau dalam kurun waktu
tertentu banyak produk baru yang dipatenkan berarti para ilmuwan atau peneliti
sudah efektif dan bagi para menejer efektif berarti jumlah atau kualitas hasil
barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan yang ia pimpin dalam masa
tugasnya dalam kurun waktu tertentu dan disuatu tempat, maka menejer perusahaan
yang efektif itu adalah menejer perusahaan yang mampu memproduksi barang dengan
jumlah yang banyak dan kualitas yang baik.
V.K.
Rao merumuskan Efektivitas Kerja sebagai berikut :
Work effectivnees is one of the cornerstones
of produvtivity. Work performed poorly is both inefficient from the perspective
of the appropriate utilization of resources, and ineffective in meeting the
desired objectives. Ineffecient and ineffecientive work practices normality
reduce productivity and have a negative effect on employee morale.[8]
Efectivitas kerja merupakan salah
satu pilar dari produksi. Pekerjaan yang dilakukan buruk adalah baik tidak efisien dari perspektif
pemanfaatan sumber daya yang tepat, dan tidak efektif dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Ineffecient dan ineffecientive
kerja praktek normalitas
mengurangi produktivitas dan memiliki efek negatif pada moral karyawan.
Schermerhorn
menyatakan tentang defenisi efektivitas Maneger sebagai berikut :
The definitions of an effective manager
focuses attentions ontwo
key
outcomes, or dependent variables, that are important inorganizational behavior.
The first outcomes is task performance, you can think of it as the quality and
kuantity of the workproduced or the service provided by an individual, team
orworkunit, or organization as a whole. The secon outcomes is
jobsatisfaction. It indicates how people
feel about their work andthework setting.[9]
Definisi
manajer yang efektif berfokus perhatian pada dua hasil kunci, atau variabel
tergantung, yang penting dalam perilaku organisasi. Hasil pertama adalah
kinerja, anda dapat menganggapnya sebagai kualitas dan kuantitas karya yang
dihasilkan atau layanan yang disediakan oleh unit individu, tim atau bekerja, atau
organisasi secara keseluruhan. Hasil kedua adalah kepuasan, pekerjaan
menunjukkan bagaimana orang merasa puas tentang pekerjaan mereka dan lingkungan
kerja.
Richard
H. Hall menyatakan dalam bukunya efektivitas organisasi sebagai berikut:
Organizational efektiveness will remain the
major concern for
organizational practitionners and analysts.
Ignoring the
contradictions will not advance knowledge or
practice. Ignoring
the
fact that certain faktor exist beyond organizational control or
that
are only potentially manipulable will also not contribute to
theory
or practice.[10]
Efektivitas
organisasi akan tetap menjadi perhatian utama bagi para praktisi organisasi dan
analis. Mengabaikan kontradiksi tidak
akan menambah kemajuan pengetahuan atau praktek. Mengabaikan fakta bahwa faktor
tertentu ada kontrol organisasi berlebih atau yang hanya berpotensi
dimanipulasi juga tidak akan memberikan kontribusi teori maupun praktek.
Pengertian
efektivitas menurut Ivancevich, Konopaske dan Matterson adalah sebagai berikut
“ effectiveness is in the contex of
organization behavior, effectiveness refers to the optimal relationship among
five components: productivity, efficiency, satisfaction, adaptiveness, and
development”.[11] Efektivitas adalah bagian dari perilaku
organisasi. Efektivitas berkenan mengenai hubungan optimal antara lima
komponen, yaitu : productivitas, efesiensi, kepuasan, kemampuan adaptasi
(menyesuaikan diri) dan pengembangan.
Kelima komponen ini sangat erat kaitanya, jika kelima komponen itu bisa dipadukan
dengan baik atau kelima komponen itu dapat sinergikan dengan baik maka akan
tercapai efktifitas dalam suatu manajemen.
Efektivitas berkenaan dengan produktivitas dalam manajemen sekolah
berupa hasil kelulusan siswa, efesiensi berupa ketepatan waktu siswa
menyelesaikan studi di sekolah, kepuasan berupa rasa puas atas pelayanan yang
diberikan sekolah, kemampuan adaptasi berupa kemampuan personel sekolah
terhadap perubahan yang berlaku, serta pengembangan berupan kesempatan anggota
untuk mengembangkan karir dan penghasilan, sekolah yang prosentasi siswa tidak
lulusnya besar berarti manajemen sekolahnya tidak efektif.
Definisi
efektivitas menurut Richard L. Daft adalah “
efectiveness is the degree to which the organization achieves a stated goal, or
succeeds in accomplishing what it tries to do”.[12]
Efektivitas adalah tingkatan dimana organisasi mencapai tujuan yang diharapkan,
atau menyelesaikan apa yang seharusnya dikerjakan.
Kepemimpinan
sekolah merupakan suatu aspek penting bagi efektivitas sekolah. Kekuasaan
sering kali terpusat kepada kepala sekolah yang memberi pelayanan sebagai
pemimpin pengajaran bagi sekolah, tetapi kepemimpinan juga dapat mencakup peran
guru dan warga sekolah. Seseorang yang berperan dalam mengkomunikasikan
sasaran, seperti skor tes prestasi bagi kinerja pelajar, staf mengidentifikasi
masalah yang ada di sekolah dan memotivasi para guru dan pelajar juga
kepemimpinan sekolah.
Untuk
membentuk sekolah yang memiliki manajemen yang baik diperlukan proses tertentu,
proses itu tergambar teori berikut :
Management Fungtion
Gambar 1. The proces
of Management.
Sumber: Richard L Daf,
New Era of Management
(Boston : south-Western
Cangage learning, 2010), h. 7.
Dalam proses manajemen ada tiga tahapan
penting yaitu input, proses dan output. Input atau sumber daya meliputi : (1)
manusia, (2) uang, (3) barang-barang modal, (4) teknologi, (5) informasi.
Sumber daya yang ada tadi diolah berdasarkan fungsi manajemen yang meliputi 4 dimensi penting yaitu : (1) perencanaan,
yang didalamnya pemilihan tujuan dan arah organisasi; (2) pengaturan, yaitu
proses pertanggungjawaban terhadap tugas yang diemban; (3) kepemimpinan, yang
merupakan proses penggunaan pengaruh untuk memotoivasi karyawan; (4) alat
kontrol, yaitu proses mengawasi atau memotivator aktivitas dan membuat suatu
koreksi kesalahan yang ditemui. Proses yang merupakan fungsi manajemen ini
menghasilkan sesuatu yang disebut output dan dapat dilihat dari performa atau
hasil yang berupa: (1) pencapaian tujuan; (2) produktivitas; (3) pelayanan; (4)
efisiensi; (5) efektivitas.
Menurut Gibson, Ivancevich konsep
efektivitas merupakan tingkatan-tingkatan dari proses dalam satu organisasi “The basic level, individual effectiveness,
emphasizes the task performance of specific or members in the organizations”.[13]
Tingkat paling dasar adalah efektivitas individu yang menekakan pada
kinerja dari karyawan tertentu atau organisasi tertentu. Tingkat kedua adalah
efektivitas kelompok atau group
effekctivinees yaitu jumlah kontribusi
seluruh anggota yang bekerja sama dan tingkat ketiga adalah efektivitas
organisasi (organizational
effectivitivenees) “Organizations
consist of individuals and group; therefore, organizationals effectivenees
consist of individual and group effectivenees”.[14]
Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas suatu organisasi ditentukan oleh
efektivitas individu dan kelompok yang menjadi satu kesatuan, saling
mempengaruhi dan bekerjasama satu sama lainnya.
Suatu organisasi ada karena adanya
individu-individu dan kelompok-kelompok. Efektivitas organisasi tidak hanya
sekedar kumpulan efektivitas individu dan kelompok yang bersinergi, akan tetapi
karena organisasi merupakan suatu sistem kerjasama yang kompleks, maka efektivitasnya
ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, teknologi, strategi, struktur, proses
dan iklim kerjasama dalam organisasi itu.
Suatu organisasi dapat dikatakan
mempunyai efektivitas kerja apabila dapat menunjukkan tingkat kemampuannya
dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan dalam periode tertentu. Semakin
dekat organisasi mencapai sasaran yang telah ditentukan, dan semakin dekat
organisasi pada tujuan yang ingin dicapai, maka semakin efektiflah kerja
organisasi tersebut.
Menurut Mulyasa efektivitas adalah
adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang
dituju dan bagaimana sesuatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan
sumber daya usaha dalam mewujudkan tujuan organisasi.[15] Hal ini berarti bahwa efektifitas berkaitan
erat dengan terlaksananya tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu dan
adanya partisipasi anggota. Dengan kata lain efektivitas berbanding antara
tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun sebelumnya atau
hasil nyata sebanding dengan hasil rencana.
Selanjutnya dilihat dari efektif atau
tidak efektifnya kerja seseorang dapat dilihat dari hasil kerjanya yaitu apakah
pekerjaan yang ditugaskan telah terselesaikan tepat waktu, dan apakah sudah
menggunakan peralatan yang tepat sesuai dengan peralatan yang telah ditentukan
sebab dengan menggunakan peralatan atau media yang tepat akan dicapai tujuan
yang ditetapkan. Penggunaan peralatan yang tepat ini lebih ditekankan pada
kemampuan dan ketepatan penggunaan peralatan dengan demikian maka efektivitas
merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Efektivitas dilihat dari pendekatan
tujuan didasarkan pada gagasan bahwa organisasi sebagai sebagai alat untuk
mencapai tujuan. Efektivitas berarti pencapaian sasaran yang telah disepakati, tingkat
pencapaian sasaran itu menunjukkan tingkat efektivitas. Sekolah adalah
organisasi maka sekolah dapat juga diartikan alat bagi guru untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan kerja merupakan satu kebutuhan
oleh manusia, kebutuhan itu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah bahkan
perubahan itu sering tidak disadari oleh pelakunya. Menurut Panji Anaroga
seseorang bekerja karena karena ada sesuatu yang hendak dicapainya dan orang
berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada keadaan
yang lebih memuaskan dari pada sebelumnya.[16]
Sesuai dengan kodratnya, kebutuhan
manusia sangat berbeda dan beraneka ragam baik jenis maupun tingkatnya, bahkan
manusia mempunyi kebutuhan cendrung tidak terbatas. Kebutuhan manusia diartikan
sebagai segala sesuatu yang ingin dimiliki, dicapai, dinikmatinya. Oleh karena
itu manusia terdorong untuk melakukan aktivitas yang disebut kerja.
Efektivitas kerja guru dapat diukur
dengan kesuksesan siswa dalam kegiatan belajar mengajar, sukses siswa itu
berupa keberhasilan menyelesaikan studi dengan hasil yang baik misalnya dapat
bersaing untuk memasuki pendidikan yang lebih tinggi yang lebih berkualitas
atau dapat menyelesaikan studinya tepat waktu , semua itu mungkin dicapai bila
guru memberikan kontribusi yang memadai dan efektivitas guru akan memberikan kontribusi
terbesar kesuksesan siswa. Hal-hal yang mempengaruhi kesuksesan siswa adalah :
dari diri guru, pengembangan profesional, dan PBM di kelas.[17]
Guru dapat mengerjakan tugasnya dengan
efektif apabila guru dapat membangun dan memelihara serta mengembangkan
interaksi antara guru dan siswa sebagai salah satu mata rantai kegiatan belajar
mengajar. Mata rantai ini penting dalam menjembatani antara apa yang diajarkan
dengan apa yang harus dilakukan guru dengan apa yang diterima dan apa yang
dikehendaki siswa. Mata rantai atau jembatan penghubung itu harus dibangun oleh
guru sendiri dengan keterampilan yang ia miliki. Efektivitas mengajar guru
mencakup mempersiapkan bahan mengajar yang terdiri dari perencanaan program
baik tahunan maupun program semester, kemudian kriteria penilaian,silabus,
rencana pengajaran, melaksanakan pengajaran, dan menerima umpan balik dari
siswa, searah dengan pengertian ini pengajaran yang efektif akan terwujud bila
guru merencanakan pengajaran secara teratur dan bermakna serta mampu
mengaktifkan siswa dalam belajar dengan menggunakan berbagai model dan metode
yang mampu membelajarkan siswa, sehingga ada satu strategi untuk membuat siswa
aktif. Model pembelajaran yang efektif harus mampu merubah cara belajar siswa
dari pasif ke siswa aktif.
Bersarkan uraian di atas
dapat disentesiskan effektivitas kerja adalah keberhasilan dalam penyelesaian
pekerjaan dengan indikator; pemanfaatan waktu yang tepat, kreativitas kerja
yang tinggi, pelaksanaan pekerjaan yang sesuai aturan dan hasil kerja yang
sesuai standar yang telah ditetapkan.
2.
Supervisi.
Istilah supervisi
pendidikan sudah cukup lama dikenal dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Pengertian supervisi pendidikan pada umumnya mengacu kepada usaha perbaikan
situasi belajar mengajar yang dilakukan oleh seseorang yang punya kapasitas
lebih pada bidangnya. Akan tetapi nampaknya masih terdapat banyak keragaman
pendapat dalam menafsirkan istilah tersebut, seperti pengertian supervisi menurut
Carlene Cassidy dan Robert Kreiter yang menyatakan “ supervisiors essensial to any organization that depens on people to
achieve succes”.[18] Supervisi adalah bagian yang tidak bisa kita
lepaskan dari manajemen tim dan proses manajemen, dengan kata lain seluruh
fungsi manajemen tidak terlepas dari kegiatan supervisi.
Selanjutnya Carlene
Cassidy dan Robert Kreitner menjelaskan:
Supervisor is any
individual having authority, in the interest of the employer, to hire,
transfer, suspend, lay off, recall, promote, discharge, assign, rewerd, or
disipline other employees, or responsibility to direct them, or to adjust their
prievences, or effectifely to recommend such authority is not of a routine or
with the foregoing the exercise of such authority is not of a routine or
clericle nature, but requires the use of independent judgment.[19]
Supervisor adalah
beberapa individu yang memiliki otoritas, perhatian terhadap karyawan, upah
atau gaji, pergantian, menskorsing, memberhentikan, memanggil kembali, menaikan
jabatan, memecat, mengangkat karyawan, memberikan penghargaan, penilaian
disiplin pada karyawan, atau menerima keluhan, atau merekomendasi kegiatan
efektif. Jika dalam hubungan yang dimulai dengan menggunakan banyak otoritas
tidak rutin atau merupakan pekerjaan yang alami, tetapi membutuhkan hakim atau
keputusan yang adil. Jadi supervisi atau pengawas adalah seseorang yang
memiliki otoritas atau kekuasaan yang digunakan untuk memberi perhatian kepada
karyawannya, memberi perhatian terhadap gaji atau upah, melakukan pergantian
atau rolling pada jabatan tertentu,
menjatuhkan skorsing pada karyawan yang melanggar, memberhentikan karyawan
karena masalah berat, memanggil kembali karyawan yang pernah mengundurkan diri
karena kesibukanya, menaikan jabatan atau promosi jabatan pada karyawan yang
berprestasi, memberikan penilaian disiplin karyawan, memberikan arahan pada
karyawan terutama agar karyawan lebih bertanggung jawab, dan bila terdapat
perselisihan diharapkan pengawas dapat menjadi hakim yang adil.
Pengawasan adalah
kombinasi atau integrasi antara proses, prosedur dan kondisi yang secara sadar
dirancang untuk mengukur penampilan kerja karyawan, kemudian diberi dorongan
dan bimbingan lebih untuk meningkatkan efektivitas kerja baik secara individu
maupun secara kelompok.
Menurut Thomas J
Sergiovanni & Robert J Starrat:
Principals and other formal supervisor, therfor, have two board
respossibility : (1) To provide the most effektive supervision they can fer
teacher and (2) To provide the condotions, help and support teachers need to
engage in thesupervisory functions for themselves as part of their daily
routine.[20]
Supervisor dan pengawas formal lainya
memiliki dua tanggung jawab yang sangat luas yaitu (1) memberikan sistem
pengawasan yang paling efektif bagi guru. (2) memberikan kondisi, bantuan dan dukungan kepada guru untuk melaksanakan
fungsi sebagai bagian dari tugas rutin mereka.
Pengertian supervisi berkaitan dengan
proses pendidikan dan pembelajaran adalah :
Supervision is instructional leadership that
relates perspectives to behavior, clarifies purposes, contributes to and
supports organizational actions, coordinates interactions, provides for
maintenence and improve-men of the instructional program, and assesses goal
achievements.[21]
Supervisi adalah kepemimpinan
instruksional yang berhubungan perapektif terhadap perilaku, menjelaskan
tujuan, berkontribusi dan mendukung tindakan-tindakan organisasi, koordinasi
interaksi, memberikan pemeliharaan dan perbaikan program pembelajaran, serta menilai
pencapaian tujuan.
Tujuan supervisi pada dasarnya adalah
untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas. Kadushin dan Harkness
menjelaskan tujuan supervisi:
.... to improve the worker’s capacity to do
his job more effectively. Its is to help the worker grow and develop
professionally, to maximize his or her clinical knowledge and skills to the
point where he or she can perform autonomously and independently of
supervision.[22]
Untuk meningkatkan kapasitas pekerja
dalam melakukan tugasnya agar lebih efektif, supervisi dilakukan dengan
membantu pekerja tumbuh dan berkembang
secara profesional, untuk memaksimalkan dan memperbaiki pengetahuan dan
keterampilanya ketitik dimana pekerja dapat melakukan tugas secara otonom dan
independen dari pengawasan.
Dalam pelaksanaan di sekolah, Sergiovani
dan starratt memberikan penekanan bahwa “
the purpose of supervision is to help increase the opportunity and thecapacity
of schools to contribute more effectively to students academic success”.[23]
Supervisi dilaksanakan denga tujuan
membantu meningkatkan peluang dan kapasitas sekolah dalam mencapai kesuksesan
akademik siswa. Supervisi adalah proses yang dilakukan oleh kepala sekolah yang
memiliki tanggung jawab terhadap aspek-aspek tujuan sekolah untuk membantu
mereka dalam upaya mencapai tujuan tersebut. Supervisi kepala sekolah terhadap
guru dapat berupa dorongan dan bimbingan bagi pertumbuhan kemampuan guru
seperti bimbingan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan pendidikan dan
pengajaran, pemilihan alat dan metode pembelajaran yang lebih baik.
Sergiovani dan starratt dalam Pidarta
mengemukakan empat jenis tujuan supervisi yaitu: (1). Tujuan akhir untuk
mencapai pertumbuhan dan perkembangan para siswa; (2). Tujuan kedua yaitu
membantu kepala sekolah menyesuaikan program pendidikan dari waktu ke waktu
secara kontinyu; (3) tujuan dekat untuk menjalin kerjasama mengembangkan proses
belajar mengajar dengan tepat; dan (4) tujuan perantara untuk membina guru-guru
agar dapat mendidik para siswa dengan baik, atau menegakkan disiplin kerja
secara manusiawi.[24]
Tujuan Supervisi yang dilakukan kepala sekolah terhadap guru lebih terfokus
pada upaya pembinaan guru agar dapat melaksanakan tugasnya sebagai tenaga
pendidik.
Uraian di atas menegaskan bahwa
supervisi merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi personal
maupun material untuk menciptakan situasi pembelajaran yang lebih baik demi
tercapainya tujuan pendidikan. Guru dalam menjalankan tugasnya membutuhkan
bantuan orang lain dalam hal memecahkan masalah-masalah yang dihadapai. Guru
mengharapkan apa dan bagaimana memberi pengalaman belajar yang sesuai dengan
kebutuhan anak peserta didik. Pihak yang membantu guru dalam hal ini kepala
sekolah atau supervisor yang langsung berhadapan dengan guru. Esensi Supervisi
bukan hanya menilai kinerja guru, melaikan membantu mengembangkan kemampuan
profesional guru.
W.H. Burton dan L.J.Brueckner
sebagaimana dikutip oleh Burhanidin merumuskan tujuan supervisi yaitu
mengembangkan seting belajar mengajar yang lebih baik secara kooperatif.[25]
Dalam prakteknya supervisi adalah usaha mencari dan mengembangkan metode
belajar mengajar, diarahkan pada penciptaan iklim psikis lingkungan belajar mengajar
yang menyenangkan, mengkoordinasikan atau mengintegrasikan semua usaha
pendidikan dan bahan yang disediakan secara terus menerus, mengarahkan
kerjasama staf dalam memenuhi kebutuhan maupun situasi yang dihadapi, memberikan
kesempatan tumbuh dan berkembang dengan melakukan berbagai perbaikan dan
pencegahan kesulitan, membangkitkan semangat serta mengembangkan kreatifitas.
Haris mengidentifikasikan secara tegas
supervisor dalam sepuluh jenis yaitu :
Developing curriculum ( megembangkan
kurikulum), organizing for instruction ( mengorganisasikan pembelajaran),
providing staff ( menyediakan staf), providing facilities ( menyediakan
fasilitas), providing materials ( menyediakan bahan), arrangging for inservice
sducation (menyediakan pendidikan internal), orienting staff members (orientasi
anggota staf), relating special pupil services ( memberikan layanan khusus pada
siswa), developing public relations) mengembangkan hubungan masyarakat), dan
evaluating instruction (mengevaluasi pembelajaran).[26]
Burhanudin juga mengemukakan sepuluh
tugas yang harus dilakukan oleh kepala sekolah sebagai supervisor yaitu: membantu
melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan, membantu membimbing pengalaman
belajar murid, membantu menggunakan sumber pengalaman belajar, membantu
menggunakan metode dan alat pembelajaran moderen, membantu memenuhi kebutuhan
belajar siswa, membantu menilai pekerjaan siswa dan hasil pekerjaan guru itu
sendiri, membantu membina reaksi mental atau moral kerja dalam pertumbuhan
pribadi dan jabatannya, membantu guru baru di sekolah sehingga merasa gembira
dengan tugas yang diperolehnya, membantu agar lebih mudah melaksanakan
penyesuaian terhadap masyarakat, dan membantu agar waktu dan tenaga guru dapat
tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan sekolah.[27]
Dalam upaya membina guru di sekolah
dapat dikembangkan program supervisi antara lain: (1) memotivasi dan
meningkatkan semangat kerja yang terdiri dari : mengamati macam-macam motivasi
guru, menyalurkan motivasi positif ke dalam aktivitas yang bermamfaat, membuat
program yang cocok agar guru berkembang, mengepelkan semangat kerja, dan
mengusahakan insentif bagi guru yang berdedikasi tinggi; (2) Menegakkan disiplin dengan sangsi-sangsi
yang terdiri dari: membahas etika jabatan mengingatkan sumpah pegawai , ceramah
disiplin, menggiatkan ajaran agama, dan memberikan hukuman bagi yang melanggar;
(3) Memberikan konsultasi, diskusi dan membantu pemecahan masalah yang terdiri
dari: menyediakan waktu sebagai konsultan untuk menyelesaikan masalah-masalah
konflik antar individu ataupun kelompok, kesulitan pribadi yang ringan, ketidak
seimbangan tugas, ketidakpuasan yang berhubungan dengan pekerjaan; dan
mengadakan diskusi baik secara formasl maupun informal yang menyangkut
masalah-masalah komunikasi dan pergaulan disekolah; (4) menjadi contoh perilaku
bagi personalia sekolah dalam cara berfikir, berbicara, dan bertindak atau
berkarya; (5) mengembangkan atau membina profesi dengan cara : mengusahakan
jalan belajar lebih lanjut, memberikan kesempatan untuk mengikuti program
diklat, mengadakan diskusi ilmiah secara berkala, dan mengembangkan cara-cara
belajar kelompok untuk guru dalam satu bidang studi; serta (6) membantu
merealisasikan kenaikan pangkat/jabatan.[28]
Suhertian (1990) dalam E.Mulyasa mengatakan :
Supervisi merupakan usaha mengawali,
mengarahkan, mengkoordinasikan dan
membimbing secara kontinyu, pertumbuhan
guru-guru di sekolah baik secara
individual maupun secara kolektif
agar lebih mengerti dan lebih baik dalam
mewujudkan seluruh fungsi pengajaran.[29]
Dalam memberikan bantuan, perlu
memberikan konsultasi, diskusi dan membantu pemecahan masalah dengan cara
menyediakan waktu sebagai konsultan untuk menyelesaikan masalah-masalah konflik
antar individu ataupun kelompok, kesulitan pribadi yang ringan, ketidak
seimbangan tugas, ketidakpuasan yang berhubungan dengan pekerjaan.
Supervisi mengandung beberapa kegiatan
pokok menyangkut upaya peningkatan kemampuan, layanan bantuan memecahkan
masalah, penyediaan fasilitas yang bermuara pada peningkatan prestasi. Dalam
rangka peningkatan kinerja individual (improving
individual job performance), supervisi merupakan salah satu faktor organization/work group/team yang perlu
diperhatikan. Dalam memberikan bantuan, perlu memberikan konsultasi, diskusi
dan membantu pemecahan masalah dengan cara menyediakan waktu sebagai konsultan
untuk menyelasaikan masalah-masalah konflik antar individu ataupun kelompok,
kesulitan pribadi yang ringan, ketidak seimbangan tugas ketidakpuasan yang
berhubungan dengan pekerjaan.
Bersarkan uraian di atas dapat
disentesiskan supervisi adalah rangkaian
kegiatan pembinaan untuk memperbaiki pelaksanaan tugas yang ditandai dengan
indikator ; menilai pekerjaan, mengarahkan perbaikan, memantau pelaksanaan
tugas, menyediakan fasilitas kerja, memberikan bimbingan serta membantu
meningkatkan kemampuan.
3. Iklim Organisasi.
Iklim organisasi menyangkut persepsi tentang
organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku anggota organisasi.
Iklim organisasi memiliki banyak definisi, pengertian iklim organisasi menurut
Furnham adalah sebagai berikut :
Organizational climate has been defined as a
set of characteristics that describe an organization and that (a) distinguish
it from ather organizations, (b) are relatively enduring over time, and (c)
influence the behavior of people in the organization.[30]
Iklim organization adalah konsep yang
digunakan untuk memberikan gambaran tentang konfigurasi sikap dan persepsi
anggota organisasi, dalam kombinasi, mencerminkan bagian penting dari konteks
dimana mereka sebagai bagian dari organisasi tempat mereka bekerja. Lebih
lanjut dijelaskan tentang iklim organisasi :
Organizational climate is a relatively
enduring quality of the internal environment of an organization that is
(a) experienced by its members, (b)
influences their behavior and (c) can be described in terms of the values of a
particular set of characteritics of the organization.[31]
Iklim organisasi adalah kualitas
lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami
oleh anggota organisasi, mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan
dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi. Iklim organisasi
dapat dipandang sebagai kepribadian
sebuah organisasi yang membedakan dengan organisasi lainya yang mengarah
pada persepsi masing masing anggota dalam memandang organisasi. Perbedaan iklim
setiap organisasi memcerminkan sifat subjektif kualitas lingkungan organisasi.
Perbedaan lainya yang menjelaskan
tentang pengertian iklim organisasi dan ekspresinya dikemukakan Lunenburg dan
Ornstein yang mengemukakan bahwa:
Organizational climate is the total
environmental quality within an organization. Organizational climate can be
expressed by such adjectives as open,bustling, warm, easygoing, informal, cold,
impersonal, hostile, rigid, and closed.[32]
Iklim organisasi adalah kualitas
lingkungan total dalam sebuah organisasi. Iklim organisasi dapat dinyatakan
dengan kata sifat seperti terbuka, ramai, santai, informal, dingin, impersonal,
bermusuhan, kaku, dan tertutup. Atas dasar itu dapat dikemukakan adanya iklim
organisasi yang terbuka, ramai, hangat, santai, informal dingin, impersonal,
bermusuhan, kaku dan tertutup. Pendapat lain tentang iklim organisasi
dikemukakan oleh Stephen P Robbins and Timothy A Judge sebagai berikut “ organizational climate is the shared
perceptions organizational members have about their organizational and work
environment”.[33]
Iklim organisasi adalah persepsi bersama yang dimiliki anggota organisasi
tentang organisasi dan lingkunganya. Pemahaman tentang aturan tertulis,
kebiasaan dalam melakukan kerja dan birokrasi dalam menjalankan tugas,
lingkungan kerja dan batas wewenang dalam bekerja adalah lingkup dalam iklim
organisasi.
Iklim organisasi di sekolah dipengaruhi
oleh empat faktor yang terdiri dari : culture
(psychosocial characteristics), ecology (physical and material elements),
milieu ( human social system elements), and social system ( structural elementa).[34]
Keempat faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Culture merujuk kepada hal-hal seperti
asumsi, nilai-nilai, norma, sistem keyakinan, sejarah, pahlawan, mitos, ritual,
artefak , terlihat dan terdengar pola perilaku. Ekologi mengacu pada hal-hal
seperti gedung dan fasilitas, serta teknologi yang digunakan, penjadwalan, dan
pedagogi. Milieu berfokus pada
orang-orang dalam organisasi, misalnya keterampilan, motivasi, perasaan nilai,
demografi, dan kepem. Social system termasuk
bagaimana administrasi, layanan pendukung, pengambilan keputusan, perencanaan,
dan strutur formal diatur. Hubungan antara keempat faktor dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 2. Interactive model showing relationship
between and among key environmental faktor that shape and mold school climate.
Sumber : Robert G Owens. Organizational Behavior in Education. Fourth Edition ( Boston: Allyn and Bacon, 1991), h. 79.
Terkait dengan proses pengukuran iklim
organisasi, Amstrong menjelaskan delapan kategori sebagai berikut:
a. Structure – feelings abaut constraints and
freedom to act the degree of formality in the working atmosphere;
b. Responsibility – the feeling of being trusted
to carry out important work;
c. Risk – the sense of riskiness and challenge
in the job and in the organization, the relative emphasis on taking calculated
risks or playingnit safe;
d. Warmth – the existence of friendly and
informal social groups;
e. Support – the perceived helpfulness of managers
and co-workers the emphasis (or lack of emphasis) on mutual support;
f. Standards – the perceived importance of
implicit and explicit goals and performance standards; the emphasis on doing a
good job; the challenge represented in personal and team goals;
g. Conflict – the feeling that managers and
other workers want to hear different opinions; the emphasis on getting problems
out into the open rather than smoothing them over or ignoring them;
h.
Identity –
the feeling that yau belong to a company; that you are a valuable member of a
working team.[35]
Delapan kategori pengukuran iklim
organisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1). Struktur, perasaan mengenai kendala dan kebebasan
bertindak dan tingkat formalitas atau informalitas dalam suasana kerja; (2).
Tanggungjawab, yaitu perasaan dipercaya untuk melaksanakan pekerjaan penting;
(3) resiko, perasaan terhadap resiko dan tantangan dalam pekerjaan dan dalam
organisasi, penekananya relatif pada pengambilan resiko diperhitungkan atau
bermain aman; (4) kehangatan, keberadaan
kelompok-kelompok sosial yang ramah dan bersifat informal; (5) dukungan, persepsi terhadap bantuan yang
diberikan oleh manajer dan rekan kerja, perhatian ( atau kurangnya perhatian)
untuk saling memberikan dukungan; (6) standar, pentingnya tujuan implisit dan
eksplisit dan standar kinerja; penekanan pada melakukan kerja yang baik,
tantangan yang dinyatakan dalam tujuan-tujuan pribadi dan tim; (7) konflik,
perasaan bahwa manajer dan pekerja lainya ingin mendengan pendapat berbeda,
penekanan pada mendapatkan masalah secara terbuka daripada atau mengabaikan
mereka; (8) identitas, perasaan bahwa anda milik organisasi; bahwa anda adalah
anggota penting dari tim kerja atau organisasi.
Iklim organisasi dapat berpengaruh pada
anggota organisasi itu, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif, hal ini
tergantung pada bagaimana organisasi itu memberikan pengaruh pada anggotanya,
sebagai mana yang disampaikan oleh Robert Strnger (2002) dalam buku Wirawan
berpendapat bahwa iklim organisasi mempengaruhi motivasi anggota arganisasi
untuk berperilaku. Iklim organisasi positif perlu diciptakan karena merupakan
iklim positif akan menjadi pedoman perilaku anggota organisasi dan akan menjadi
penggerak anggota organisasi untuk mengarah pada pada presepsi yang sama,
presepsi yang sama akan membentuk sikap dan perilaku yang sama. Jika sebuah
organisasi memiliki iklim organisasi yang negatif maka akan menimbulkan rasa
permusuhan, rasa kurang bersahabat, suasana kaku sikap saling tertutup, dan
tidak bersinergi antara sesama anggota suasana ini dapat mempengaruhi kinerja
sehingga pekerjaan menjadi tidak efektif, tiap anggota bekerja sendiri-sendiri
tidak mengarah pada misi yang jelas sehingga visi tidak tercapai.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disentesiskan bahwa iklim organisasi adalah suasana yang dapat mengarahkan
perilaku angotanya melaksanakan aktivitas dalam organisasi dengan indikator :
tanggungjawab, standar organisasi, penghargaan, dukungan, keterbukaan.
B.
Penelitian
yang Relevan.
Produksi barang dan jasa yang dikelola
dalam satu manajemen memerlukan upaya-upaya menciptkan efektivitas dalam
produksi, karena itu para ahli mencoba meneliti prinsip-prinsip manajemen
efektiv diberbagai lembaga, sekolah sebagai lembaga yang bergerak dibidang jasa
juga punya produk yaitu lulusan, agar sekolah mencapai effektivitas dalm
memproduksi lulusan diperlukan kajian effektivitas kerja guru. Penelitian yang
dilakukan oleh Bhagavad Gita yang dijabarkan dalam bentuk artikel dengan judul
Management Guidlines yang menerangkan:
There is an important distinction between
effectiveness and efficiency in managing. Effectiveness is doing the right things and Efficiency is doing
things right. The general principles of effective management can
be applied in every fields the differences being mainly in the application than
in principles. Again, effective management is not limited in its application
only to business or industrial enterprises but to all organisations where the
aim is to reach a given goal through a Chief Executive or a Manager with the
help of a group of workers.[36]
Ada
perbedaan penting antara efektivitas dan
efisiensi dalam mengelola. Efektivitas
adalah melakukan hal dengan cara yang
benar dan efisiensi adalah
melakukan dengan hasil yang benar. Prinsip-prinsip umum manajemen yang efektif
dapat diterapkan dalam setiap bidang perbedaan yang
terutama dalam aplikasi dari
prinsip-prinsip. Sekali lagi, manajemen yang efektif tidak
terbatas dalam penerapannya
hanya untuk perusahaan bisnis atau
industri tetapi untuk semua organisasi di mana tujuannya adalah untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui
Chief Executive atau Manajer dengan bantuan sekelompok
pekerja. Fungsi manajemen efektiv secara singkat dapat disimpulkan
sebagai berikut : membentuk visi dan perencanaan strategi, untuk mewujudkan
visi dan strategi tersebut perlu dibangun budi daya seni kepemimpinan,
membangun keunggulan kelembagaan dan membangun organisasi yang inovatif.
Membangun tim dan kerjasama tim, memberi motivasi, membangun komunikasi,
meninjau kinerja dan memngambil langkah-langkah korektif.
Penelitian di atas relevan dengan
penelitian yang akan penulis lakukan karena memiliki kesamaan yaitu
faktor-faktor yang berkaitan dengan effektivitas, pemantauan kinerja dan
menciptakan suasana yang kondusif dalam satu manajemen.
C.
Kerangka
Teoretik.
1. Supervisi dan Efektivitas Kerja.
Menurut Carlene Cassidy dan Robert
Kreitner, “ supervision are essensial to
any organization that depens on people to achieve succes”.[37]
Supervisi adalah hal yang penting
untuk organisasi, yang dibutuhkan oleh orang atau anggota organisasi untuk
mencapai sukses.
Menurut Richard L Daft hubungan antara resourse ( sumber daya manusia), managemen fungtion ( fungsi manajemen)
dan performance ( hasil atau
prestasi) dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Management Fungtion
Gambar 1. The proces
of Management.
Sumber: Richard L Daf,
New Era of Management
(Boston :
south-Western Cangage learning. 2010). H. 7
Dalam proses manajemen ada tiga tahapan
penting yaitu input, proses dan output. Input atau sumber daya meliputi : (1)
manusia (2) uang (3) barang-barang modal (4) teknologi (5) informasi. Sumber
daya yang ada tadi diolah berdasarkan fungsi manajemen yang meliputi 4 dimensi penting yaitu : (1)
perencanaan, yang didalamnya pemilihan tujuan dan arah organisdasi; (2)
pengaturan, yaitu proses pertanggungjawaban terhadap tugas yang diemban; (3)
kepemimpinan, yang merupakan proses penggunaan pengaruh untuk memotoivasi
karyawan; (4) alat kontrol, yaitu proses mengawasi atau memotivator aktivitas
dan membuat suatu koreksi kesalahan yang ditemui. Proses yang merupakan fungsi
manajemen ini menghasilkan sesuatu yang disebut output dan dapat dilihat dari
performa atau hasil yang berupa: (1) pencapaian tujuan; (2) produktivitas; (3)
pelayanan; (4) efisiensi; (5) efektivitas.
Dari diagram di atas dapat disimpulkan,
efektivitas dipengaruhi oleh fungsi-fungsi manajemen ( planning, controling, leading and organizing ) yang semua itu
merupakan tugas supervisor.
2. Iklim organisasi dan efektivitas
kerja.
Menurut Stephen L McShane and mary Ann
Von Glinow :
Study have found only a modestly relationship
between cultur strength and organizational effectiveness because three
contingencies need to be considered: (1) whether the cultur contentt is aligned
with the enviornment, (2) whether the cultur is not to strong that it becomes
cultlike, and (3) wheteher the cultur incorporates an adaptive culture.[38]
Dari penelitian ditemukan hubungan
positif antara kekuatan budaya dan efektivitas organisasi, sebab ada tiga
kemungkinan yang harus dipertimbangkan: (1) apakah nilai budaya selaras dengan
lingkunganya, (2) apakah budaya tidak cukup kuat untuk menjadi pujaan atau
idola, (3) apakah budaya perusahaan adalah budaya yang adaptif atau budaya yang
mengakomodir semua kebutuhan karyawan. Dari ketiga pernyataan dasar tersebut
ada indikasi bahwa iklim organisasi berpengaruh terhadap efektivitas kerja.
3. Supervisi dan Iklim
Organisasi
Peningkatan efektivitas kerja suatu
organisasi dipengaruhi oleh banyak faktor.
Menurut K. B. Everard, Geoffrey Morris,
Ian Wilson :
There have been many studies of the
organizational effectiveness of schools and in major survey 719 factor were
found to be associated with effectiveness. These have been reduced to eleven
salient factor: (1) proffesional leadership; (2) shared vision and goals; (3) a
learning environment; (4) concentration on learning and teaching; (5) high
expectation; (6) positive reinforcement; (7) monitoring progress; (8) pupil
rights and responsibilities; (9) purposeful teaching; (10) a learning
organization; (11) home-school partnership.[39]
Ada banyak studi tentang efektivitas
organisasi sekolah dan dalam survei besar ada 719 faktor yang ditemukan terkait
dengan efektivitas. Setelah direduksi ditemukan sebelas faktor penting yaitu:
(1) kepemimpinan yang profesional; (2) menginformasikan visi dan tujuan; (3)
lingkungan pembelajaran; (4) konsntrasi atau penekanan pada belajar mengajar;
(5) harapan tinggi; (6) penguatan positif; (7) pemantauan kemajuan; (8) hak-hak
murid dan tanggung jawab; (9) pembelajaran bermakna; (10) suatu organisasi
pembelajaran; (11) kemitraan antara rumah dan sekolah.
Menurut K. B. Everard, Geofferey Marris,
Ian Wilson, dua dari sebelas faktor yang mempengaruhi efektivitas secara umum,
yaitu learning envinonment (
lingkungan yang merupakan bagian dari iklim organisasi ) dan monotoring progress ( pengawasan yang
merupakan fungsi dari supervisi). Kedua faktor itu saling mendukung untuk
meningkatkan efektivitas kerja. Dengan adanya proses supervisi dalam proses
manajemen diharapkan terjadi penjembatanan dan perimbangan antara kedua
komponen yaitu anggota dan organisasi. Adanya perimbangan antara kedua faktor
tersebut diharapkan dapat meningkatkan efektivitas kerja guru di sekolah.
D.
Hipotesis
Penelitian
Berdasarkan kerangka berfikir yang telah
dikemukakan di atas peneliti mengajukan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian
ini yaitu :
1. Terdapat
pengaruh langsung positif supervisi
terhadap
efektivitas kerja.
2. Terdapat
pengaruh langsung positif iklim organisasi terhadap efektvfitas kerja.
3. Terdapat
pengaruh langsung positif supervisi terhadap iklim organisasi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
C.
Tujuan
Penelitian
Adapun
penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui secara empiris (
pengalaman dari hasil penelitian ) pengaruh supervisi dan iklim organisasi
terhadap efektifitas kerja guru sekolah menengah pertama negeri ( SMP ) negeri pegawai
negeri sipil (PNS) di Kota Bekasi
D.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri yang homogen yang ada
di kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi yang terdiri dari SMPN 2, SMPN 3, SMPN
11, SMPN 18 dan SMPN 32 Kota Bekasi. Pengumpulan data untuk uji coba instrumen data
untuk penelitian dilaksanakan setelah perbaiakan proposal ini disetujui.
E.
Metode
Penelitian.
Penelitian
ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survey, yakni penelitian yang
ditujukan untuk mengkaji populasi besar maupun kecil dengan menyeleksi dan
mengkaji sampel yang dipilih dari populasi itu untuk menemukan insidensi,
distribusi dan interrelasi dari variabel-variabel, dengan menggunakan
pendekatan korelasional. Proses pengumpulan data melalui survey yaitu meneliti langsung kelapangan dengan menyebar angket /
kuesioner sebagai instrumen penelitian. Survey
dilakukan untuk melihat kondisi masing-masing variabel yang diteliti dan
sekaligus mengetahui pengaruh langsung atau tidak langsung variabel eksogenus
(berasal dari, disebabkan oleh) yang
terdiri dari :
(1) Efektivitas kerja
sebagai variabel Y atau variabel bebas .
(2)
Supervisi sebagai variabel X1 atau variabel terikat.
(3) Iklim organisasi
sebagai variabel X2 atau variabel terikat
|
Gambar
3.1 : Model Hipotetik
Keterangan
: 1. X3 : Efektivitas kerja.
2. X1 :
Supervisi
3. X2 :
Iklim Organisasi
F.
Populasi
dan Sampel
Populasi
yang menjadi sasaran penelitian ini adalah guru sekolah menengah pertama (SMP)
negeri yang berstatus Pegawai Negeri Sipil di Kota Bekasi. Mengingat jumlah
guru SMP negeri yang berstatus Pegawai Negeri Sipil cukup banyak maka peneliti
mengambil guru SMP Negeri PNS di Kecamatan Bekasi Timur sebagai populasi
terjangkau. Jumlah guru SMP yang berstatus PNS di kecamatan Bekasi Timur kota
Bekasi sebanyak 250 guru yang bertugas
di 6 sekolah SMP Negeri, dari 6 sekolah ada 1 sekolah yang berstatus standar
nasional dan ada 5 sekolah yang homogen yang reguler, populasi guru pada 5 sekolah sebanyak 200 guru PNS, sehingga
sampel yang diperlukan (= n). n = N/(1+N
e2) = 200 / (1 + 0,436) = 139.
G.
Teknik
Pengolahan Data
Untuk
memperoleh data yang tepat, relevan, dan sesuai dengan kebutuhan penelitian,
teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner atau angket. Alasan
penggunaan kuesioner adalah teknik kuesioner merupakan teknik yang efesien jika
peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa
diharapkan dari responden.
Kuesioner
adalah seperangkat pernyataan yang diberikan peneliti untuk diisi, sesuai
dengan petunjuk pengisian. Setelah responden melakukan pengisisan, angket
dikumpulkan dan dilakukan tabulasi dengan menghitung jawaban responden serta
melakukan pencarian persentase dari hasil jawaban responden. Tujuannya adalah
untuk mencari informasi lengkap mengenai supervisi, iklim organisasi dalam
rangka meningkatkan efektivitas kerja guru SMP negeri di Kota Bekasi.
Kuesioner
akan dijawab secara tertulis oleh responden dalam bentuk kuesioner berstruktur
dengan model rating scale. Kategori yang ditetapkan dalam kuesioner adalah :
sangat sering, sering, jarang, pernah dan sangat tidak pernah. Kuesioner ini
berisikan pernyataan-pernyataan yang mengungkap bagaimana supervisi di SMP negeri
Kota Bekasi dan apa pengaruh supervisi terhadap iklim organisasi terhadap
efektivitas kerja guru di kota Bekasi. Penelitian menggunakan tiga instrumen
pengukuran variabel, yaitu (1) instrumen untuk mengukur supervisi; (2)
instrumen untuk mengukur iklim organisasi; dan (3) instrumen untuk mengukur
efektivitas kerja.
Untuk
mengukur variabel supervisi digunakan Indikator
supervisi : menilai pekerjaan, mengarahkan perbaikan, memantau pelaksanaan
tugas, menyediakan fasilitas kerja, memberikan bimbingan serta membantu
meningkatkan kemampuan.
Untuk
mengukur variabel iklim organisasi digunakan Indikator iklim organisasi sebagai
berikut : tanggungjawab, standar organisasi, penghargaan, dukungan,
keterbukaan.
Untuk
mengukur variabel efektivitas kerja guru digunakan indikator sebagai berikut
pemamfaatan waktu yang tepat, kreatifitas kerja yang tinggi, pelaksanaan
pekerjaan yang sesuai aturan dan hasil kerja yang sesuai standar yang telah
ditetapkan.
Instrumen
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan kuesioner, yaitu
daftar yang digunakan untuk memperoleh data secara langsung dari sumber melalui
proses komunikasi atau dengan mengajukan pertanyaan kepada responden. Kuesioner
yang diberikan kepada responden terdiri dari 30 butir pernyataan tentang
supervisi, 30 pernyataan tentang iklim organisasi dan 30 pernyataan tentang
efektivitas kerja.
Instrumen
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, yaitu daftar
pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh data secara langsung dari sumber
melalui proses komunikasi atau dengan mengajukan pernyataan kepada responden.
Kuesioner yang diberikan kepada responden terdiri dari 30 pernyataan variabel supervisi, 30 pernyataan
iklim organisasi dan 30 pernyataan efektifitas kerja. Kuesioner disusun
menggunakan skala Linkert dengan opsi penilaian sebagai berikut : 5 = sangat
setuju; 4= setuju; 3= ragu-ragu; 2= tidak setuju; 1= sangat tidak setuju atau
5= selalu; 4= sering; 3= kadang-kadang; 2= jarang; 1= tidak pernah.
1. Efektivitas kerja.
a. Definisi Konseptual.
Effektivitas
kerja adalah keberhasilan dalam penyelesaian pekerjaan dengan indikator;
pemanfaatan waktu yang tepat, kreativitas kerja yang tinggi, pelaksanaan
pekerjaan yang sesuai aturan dan hasil kerja yang sesuai standar yang telah
ditetapkan.
b. Definisi Operasional.
Effektivitas
kerja adalah keberhasilan dalam penyelesaian pekerjaan guru dengan indikator;
pemanfaatan waktu yang tepat, kreativitas kerja yang tinggi, pelaksanaan
pekerjaan yang sesuai aturan dan hasil kerja yang sesuai standar yang telah
ditetapkan.
Alat
yang digunakan adalah dengan memberikan angket kepada responden yaitu guru-guru
di SMP negeri kota Bekasi, dengan jumlah pernyataan sebanyak 30 soal. Skor tiap
butir soal dalam kuesioner ditetapkan sesuai dengan jenis pernyataan pada
pilihan jawaban yang diajukan. Skor untuk jenis pertanyaan positif : (A) sangat
sering poin 5; (B) sering poin 4; (C) jarang poin 3; pernah poin 2; (E) tidak
pernah setuju poin1. Sedangkan skor negatif
adalah : (A) sangat sering poin 1; (B) sering poin 2; (C) jarang poin 3;
pernah poin 4; (E) tidak pernah setuju poin 5. Secara teoritis rentang skor
berkisar antara skor terendah 30 dan skor tertinggi 150.
c. Kisi-kisi Instrumen
Kuesioner
untuk mengukur efektivitas kerja disusun sesuai dengan kisi-kisi yang telah
ditetapkan dan ditentukan sesuai dengan kriteria tertentu yang dibuat oleh
peneliti. Kisi-kisi itu tergambar pada tabel 3.
Tabel 3. Kisi-kisi
instrumen efektivitas kerja.
No
|
Indikator
|
Nomor
Butir
|
Jumlah
Butir
|
1.
|
Pemanfaatan
waktu yang tepat
|
1,2,3,4,5,6,7,8.
|
8
|
2.
|
Kreatifitas
yang tinggi
|
9,10,11,12,13,14,
5, 16
|
8
|
3.
|
Pelaksanaan
pekerjaan yang sesuai aturan
|
17,18,19,20,21,22,23,
24
|
8
|
4.
|
Hasil
kerja yang sesuai standar
|
25,26,27,28,29,30
|
6
|
d. Pengujian validitas
Instrumen dan Penghitungan Reliabilitas
1. Validitas
Validitas
instrumen diuji dengan menghitung korelasi (r) antara skor tiap butir
pertanyaan dengan skor total dari 30 butir pertanyaan dengan menggunakan rumus
Korelasi Product Moment dari Pearson. Butir soal dinyatakan valid bila memiliki
nilai koefesien korelasi ( r hitung) lebih besar dari pada r tabel
pada n = 30.
2. Reliabilitas,
Koefisien
reliabilitas instrumen dihitung menggunakan rumus Alpha Croncbach berdasarkan
data skor dari butir soal yang telah dinyatakan valid dalam uji coba istrumen
yang dibuat sebelum pengambilan data kepada responden uji coba ini untuk
menentukan kevalidan data yang akan diolah untuk mendapatkan kesimpulan
penelitian ini.
2. Iklim Organisasi.
a. Definisi Konseptual.
Iklim
organisasi adalah suasana yang dapat mengarahkan perilaku anggotanya
melaksanakan aktivitas dalam organisasi dengan indikator : tanggungjawab,
standar organisasi, penghargaan, dukungan, keterbukaan.
b. Definisi Operasional
Iklim
organisasi adalah pendapat guru terhadap suasana yang dapat mengarahkan
perilaku anggotanya melaksanakan aktivitas dalam organisasi dengan indikator :
tanggungjawab, standar organisasi, penghargaan, dukungan, keterbukaan.
Alat
yang digunakan adalah dengan memberikan angket kepada responden guru di SMP
Negeri Kota Bekasi dengan jumah pernyataan sebanyak 30 butir. Skor untuk tiap
butir soal dalam kuesioner ditetapkan sesuai dengan jenis pertanyaan pada
pilihan jawaban yang diajukan. Skor untuk jenis pertanyaan positif adalah : (A)
sangat sering poin 5; (B) sering poin 4; (C) jarang poin 3; (D) pernah poin 2;
(E) tidak pernah poin 1 sedangkan skor negatif adalah : (A) sangat sering poin
1; (B) sering poin 2; (C) jarang poin 3; (D) pernah poin 4; (E) tidak pernah
poin 5. Secara teoritis rentang skor berkisar antara skor 30 dan sampai skor
tertinggi 150.
c. Kisi-kisi Instrumen.
Kuesioner
untuk mengukur iklim organisasi disusun dengan kisi-kisi pada tabel 2 yang
terdiri dari lima indikator, kelima indikator yang akan dijadikan angket
penelitian ini dambil dari berbagai teori yang dikutip dari berbagai sumber dan
dijadikan ukuran untuk membuat butir-butir pertanyaan yang akan melihat sikap
responden dalam penelitian dilapangan nantinya, skala sikap disusun dengan
kalimat yang sederhana sehingga mudah dicermati oleh responden sehingga dalam
pengisian kuesioner responden memahami dengan mudah dengan demikian diharapkan tidak
terjadi kesalahan responden dalam mengisi kuesioner.
Tabel 2. Kisi-kisi
instrumen iklim organisasi.
No
|
Indikator
|
Nomor
Butir
|
Jumlah
Butir
|
1.
|
Tanggung
jawab
|
1,2,3,4,5,6
|
6
|
2.
|
Standar
organisasi
|
7,8,9,10,11,12,
|
6
|
3.
|
Penghargaan
|
13,14,15,16,17,18,
|
6
|
4.
|
Dukungan
|
19,20,21,22,23,24,
|
6
|
5
|
Keterbukaan
|
25,26,27,28,29,30.
|
6
|
d. Pengujian Validitas
Instrumen dan Penghitungan Reliabilitas
1. validitas
Validitas
instrumen diuji dengan menghitung korelasi (r) antara skor tiap butir
pertanyaan dengan skor to dari pearson. Butir soal dinyatakan valid bila
memiliki nilai koefesien korelasi ( r hitung) lebih besar dari pada
r tabel pada n=30
2. Reliabilitas
Koefesien
reliabilitas instrumen dihitung menggunakan rumus Alpha Croncbach berdasarkan
data skor dari butir soal yang telah dinyatakan valid.
3. Supervisi.
a.
Definisi
Konseptual.
Supervisi
adalah rangkaian kegiatan pembinaan untuk memperbaiki pelaksanaan tugas yang
ditandai dengan indikator ; menilai pekerjaan, mengarahkan perbaikan, memantau
pelaksanaan tugas, menyediakan fasilitas kerja, memberikan bimbingan serta
membantu meningkatkan kemampuan
b.
Definisi
operasional.
Supervisi
adalah penilaian guru terhadap rangkaian kegiatan pembinaan untuk memperbaiki pelaksanaan
tugas. Indikator dalam supervisi meliputi : menilai pekerjaan, mengarahkan
perbaikan, memantau pelaksanaan tugas, menyediakan fasilitas kerja, memberikan
bimbingan serta membantu meningkatkan kemampuan.
Alat
yang digunakan adalah dengan memberikan angket kepada responden yaitu guru-guru
di SMP Negeri kota Bekasi, dengan jumlah pernyataan sebanyak 30 soal. Skor tiap
butir soal dalam kuesioner ditetapkan sesuai dengan jenis pertanyaan pada
pilihan jawaban yang diajukan. Skor untuk jenis pertanyaan positif : (A) sangat
sering poin 5; (B) sering poin 4; (C) jarang poin 3; (D) pernah poin 2; (E)
tidak pernah poin 1. Sedangkan skor negatif adalah : (A) sangat sering poin 1; (B) sering
2; (C) jarang poin 3; (D) pernah poin 4; (E) tidak pernah poin 5. Secara
teoritis rentang skor berkisar antara skor terendah 30 dan skor tertinggi 150.
c. Kisi-kisi Instrumen.
Kuesioner untuk
mengukur supervisi disusun sesuai dengan kisi-kisi tabel 1.
Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen
Supervisi.
No
|
Indikator
|
Nomor
Butir Soal
|
Jumlah
Butir Soal
|
1
|
Menilai
pekerjaan
|
1,2,3,4,5,6,
|
6
|
2
|
Mengarahkan
perbaikan
|
7,8,9,10,11,12,
|
6
|
3
|
Memantau
pelaksanaan tugas
|
13,14,15,1617,18,
|
6
|
4
|
Memberi
bimbingan
|
19,20,21,22,23,24
|
6
|
5
|
Membantu
peningkatan kemampuan
|
25,26,27,28,29,30
|
6
|
d. Pengujian Validitas dan
Penghitungan Reliabilitas
1. Validitas
Validitas
instrumen diuji dengan menghitung korelasi (r) antara skor tiap butir
pertanyaan dengan skor total dari 30 butir pernyataan dengan menggunakan rumus
Korelasi Product Moment dari Pearson. Butir soal dinyatakan valid bila memiliki
nilai koefesien korelasi (r hitung) lebih besar dari pada r
tabel pada n = 30.
2. Reliabilitas
Koefisien
realibilitas instrumen dihitung menggunakan rumus Alpha Croncbach berdasarkan
data skor dari butir soal yang telah dinyatakan valid.
E. Teknik Analisa Data
Data
yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis
statistik deskriptif dan statistik inferensial. Teknik statistik deskriptif
digunakan untuk memberikan gambaran secara spesifik tentang karakteristik dari
masing – masing variabel penelitian. Analisis deskriptif dilakukan dengan cara
menjelaskan ukuran-ukuran data, meliputi rata-rata, median, modus, simpangan
baku. Untuk keperluan pengujian data digunakan tabel frekuensi dan histogram.
Penyajian data masing-masing variabel penelitian dilakukan dengan menyajikan
rata-rata dan standar deviasi, median,modus, skor maksimum, rentang skor, tabel
frekuensi dan histogram.
Teknik
statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini. Untuk keperluan tersebut digunakan teknik analisa jalur ( path analysis ), dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap
variabel terikat (endogen). Sebelum menguji hipotesis dilakukan analisis jalur
yang dilakukan dengan uji normalitas galat taksiran untuk setiap regresi
sederhana, korelasi sederhana dan homogenitas variabel X3 ( effektifitas kerja ) atas masing-masing
variabel bebas yaitu supervisi ( X1
) dan iklim organisasi ( X2 ) serta perhitungan linearitas dan
uji kelinearan regresi.
Analisis
data dimaksudkan untuk uji persyaratan dan pengujian hipotesis, baik pengujian
persyaratan analisis maupun pengujian hipotesis. Semua penelitian tersebut
diatas dilakukan dalam taraf α=0,01 dan α=0,05.
1. Uji Persyaratan Analisis
Dalam
penelitian ini untuk persyaratan analisis yang digunakan adalah : uji
normalitas, galat taksiran dan linearitas, regresi dan korelasi sederhana dan
uji signifikansi dan linearitas.
a. Uji Normalitas
Uji
normalitas dilakukan atas dasar bahwa masalah yang ada akan diteliti berupa
intensitas supervisi, iklim organisasi dan efektivitas kerja. Responden yang
dipilih menjadi sampel dari populasi bersifat normal. Uji normalitas ini
dilakukan dengan uji liliefors.[40]
Pengujian dengan signifikasi 0,05. Pengujian galat taksiran dapat dikatakan
normal apabila L hitung lebih kecil dari L tabel.
b. Uji Linearitas dan
Keberartian Regeresi.
Uji linearitas data dan keberartian
regresi dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel terikat
dengan masing-masing variabel bebas bersifat linear dan untuk mengetahui apakah
terdapat regresi. Uji linearitas dilakukan dengan uji kelinearan regresi. Dalam
pengujian ini penulisan menggunakan tabel “ anava “. Dengan pengujian tingkat
signifikansi 0,05, maka pengujian regresi linear dapat dikatakan berarti jika Fhitung
lebih kecil dari F tabel.
c. Korelasi Sederhana
Korelasi
antar variabel yang dimaksud disini
adalah korelasi antara dua variabel bebas yaitu variabel supervisi (X1) dan
variabel iklim organisasi (X2). Hal ini dilakukan untuk mengetahui
koefisien korelasi antar variabel dengan menggunakan perhitungan korelasi
product moment, hasil yang didapat dari korelasi kedua variabel ini akan
digunakan sebagai pedoman untuk mengetahui hubungan saling mempengaruhi kedua
variabel tersebut.
2. Pengujian Hipotesis.
Dalam
penelitian ini pengujian hipotesis dilakukan melalui perhitungan statistik,
yaitu dengan analisis jalur pengaruh antar variabel. Analisis jalur yang dimaksud
di sini adalah korelasi jalur pengaruh supervisi terhadap efektivita kerja,
iklim organisasi terhadap efektivitas dan supervisi terhadap iklim organisasi.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui koefesien jalur antar variabel. Untuk
mengetahui koefesien jalur antar variabel dilakukan perhitungan korelasi
product moment.
Setelah
diketahui koefesien jalur antar variabel, langkah selanjutnya dilakukan
pengujian signifikasi dengan tingkat signifikansi pada α = 0,01. Pengujian ini
dapat dikatakan sangat sigtifikan jika t hitung lebih besar dari t tabel.
F.
Hiposis
Statistik
Berdasarkan
kajian dan kerangka berfikir, maka rumusan hipotesis penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Hipotesis
pertama :
H0 : β 31
≤ 0
H1 : β 31
> 0
β 31 =
koefesien korelasi antara kualitas supervisi dengan efektivitas kerja.
2. Hipotesis
kedua :
H0 : β 32
≤ 0
H1
: β 32 > 0
β 32 =
koefesien korelasi antara iklim organisasi dengan efektivitas kerja.
3. Hipotesis
ketiga :
H0 : β 21
≤ 0
H1 : β 21
> 0
β 21 =
koefesien korelasi antara kualitas supervisi dan iklim
organisasi secara
bersama-sama dengan efektivitas kerja.
[1]
H.A.R.Tilaar, Beberapa Agenda
Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21 (Magelang:Tera
Indonesia,1998), h. 14.
[2]
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru
Berdasarkan Pendekatan Kompetensi (Jakarta:PT Bumi Aksara , 2002), h. 5.
[3]
Yusufhadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan (Jakarta:
Pustekkom Diknas & Kencana, 2004), h. 516.
(diakses 1 Oktober 2012).
Jersey:Prentice-Hal,Inc,1975),
h. 3.
[7] http://goesliem-138.blogspot.com/2008/09/guru-smpn-1-bekasi-ke-bali-siswa.html (diakses 7 Oktober
2012)
[8] V. K. Rao, Computer Education
( New Delhi: Efficient Offset Printers, 2003 ), h. 145.
[9]
John R.
Schermerhor,Organizational Behavior,
eleven edition ( USA: John Willey&Son, 2011), h. 14.
[10]
Richard H.
Hall, Organisations, structures, and
Outcomes (New Jersey: Prentice Hall, Upper Saddle River, 2002), h. 258.
[11] Ivanchevich, konopaske,
Matteson, Organizational Behaviaor and
management. Eighth Edition (Boston : Mc Graw – Hill International Edition.
2008), h. 523.
[12] Richard L Daft, New Era Of Management. Ninth Edition ( Boston : South-Western Cangage
Learning.2010), h. 7.
[13] James l.Gibson,John M.
Ivancevich, James H. Donelly, Jr. Organizations
Behavior, Structur, Processes ( New York: International Edition, 2006), h.
14.
[16] .Panji Anaroga, Psikologi
Kerja (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2001), h. 11.
[17] . H wenglinsky, How Teaching matters: Bringing the classroom
Back Into Discussions of Teacher Quqlity(Princenton, NJ;The Milken Family
Fondation and Educational testing service, 2002), dikutip tim markley,
defining the effectiv teacher: current arguments in education, hh. 2-3, 2004 (http://cnx.org/content/m19508/latest/).
(diakses 10 Januari 2012).
[18] Carlene Cassidy and Robert
Kreitner, Supervision, Seting People up
for Success ( Canada : South Wetern,Canggage learning, 2010),
h. 4.
[19] Ibid., h. 5.
[20] . Thomas J Sergiovanni and
Robert J. Starratt, Supervision A
Redenfinition ( New York:
McGraww-Hill, 2002), h. 5.
[21]
. Peter
Burke, Robert D Krey,Supervision: A Guide
to Instructional Leadership (IIIionis: Charles Thomas Publisher,2005), h. 20.
[23] Thomas J Sergiovanni and
Robert J. Starratt, Supervision A Redenfinition (New York: McGraww-Hill, 2002), h. 6.
[25]
. Burhanudin, Analisis Administrasi Manajemen dan
Kepemimpinan Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 294.
[26]
Roles of The school Supervisor, 2011 ( media.wiley.com/product_data/excerpt/ 53/...
0471151653.pdf), h. 20. (dakses10 Januari 2012).
[27]
Burhanudin, Analisis Administrasi Manajemen dan
Kepemimpinan Pendidikan (Jakarta:
Bumi Aksara, 1994), h. 294.
[30] Andrian Furnham, The psychology of Behaviour at Work (
London: Psychology Press, 1997), h. 580.
[32]
. Fred C.
Lunenburg, Alan C. Ornstein, Educational
Administration: Concepet and Practice ( Callifornia: Wordwosth Publishing
Company, 1991), h. 74.
[33] Stephen
P Robbins and Timoty A Judge. Organizational
Behavior. Fourtheenth Edition ( new Jearsy: Pearson, 2011), h. 558.
[34]
. National Council of Professors of Educational Administration, shool climate
Differences between high-performing and low-performing schools that serve
high-poverty populations, 2009 ( http://cnx.org/content/m19508/latest),
h, 1. (diakses10 Februari 2012).
[35]
. Michael
Armstrong, strategic human resource
management: a guide to action (Kogan: Page Publishers, 2000), hh.
167-168.
[36] Bhagava Gita, “Jurnal
Management Guidelines “ http://www.theorderoftime.com/science/sciences/articles/gitamanagement.html (diakses 2 Februari 2013).
( Canada:
Sauth Wetern. Cangage Learning,, 2010), h. 4.
[38] Stephen
Mc Shane and Mary Ann Von Glinow. Organizational
Behavior. Emerging Knowladge ang Practice for the Real Work. Fifth Edition (
Boston: Mc Grow-Hill International Edition, 2010), h .9.
[39] K. B. Everard, Geoffrey
Morris, Ian Wilson. Effective School
Management ( London: Paul Chapman Publising, 2004), h. 161.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar